Rabu, 07 April 2010

CITA CITA JADI TERORIS (siklus 3)

karya: Burhanuddin


Satu hari lagi aku akan bertemu dengan sahabat lamaku yaitu kang Mamat. Sudah 10 tahun kami tidak bertemu semenjak ia bekerja di Korea.

Aku ingat sewaktu masa kecil dulu. Saat kami kelas 3 SD aku dan kang Mamat pergi ke rumah pamanku. Dia tinggal di Desa Parikan.

Dari Desa Pantunan kami berangkat pukul 07.00 pagi. Jarak desa kami dengan desa pamanku cukup jauh sekitar 10 km.Karena jaraknya yang jauh,kami kesana naik sepeda ontaku.

“Ada apa dik? Kok berhenti di tengah jalan.’ Tanya kang Mamat
“Kelihatannya bannya bocor Kang.” Jelasku pada anak yang bertubuh besar itu”. Aku turun untuk memeriksa keadaan.
“Benar Kang,bannya bocor.”
“Bannya bocor?Terus gimana nih,malah di daerah sepi nih.” Ocehnya sambil memukulkan kayu ke tanah yang dibawanya dari rumah.

Karena ban sepeda kami bocor terpaksa kami harus mendorong sepeda sampai ke rumah Paman. Lama mendorong sepeda tubuh kami terasa lelah. Di tambah dengan panasnya terik mentari yang menyengat kulit kami.

“Dik, gimana kalau sepedanya kita tinggal di sini.”
‘tapi kalau hilang nanti gimana? Aku bisa di marahin sasma bapak.”
“Nggak,nggak. Kita taruh di tempat yang aman. Ha… disana.’
“Tapi aku takut. Gimana kalau sepedanya benar-benar hilang.”
“Jangan khawatir,sepedanya nggak akan hilang kok. Lagian siapa yang mau ngambil sepeda jaman pra sejarah,paling-paling orang waras.”

Setelah mendengar perkataan kang Mamat yang meyakinkan itu,aku putuskan untuk menaruh sepeda di semak-semak. Kami melanjyutkan perjalanan ke rumah Pamanku.

Selang beberapa waktu,kamipun sampai di depan rumah yang agak sempit tapi bersih.
Tubuh kami sangat kelelahan. Wajah kami terlihat merah terbakar.

“Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikum sal;am.” Jawab suara perempuan yang mempunyai rambut panjang dan wajah selalu ceria itu.”
“dik sofi,Paman ada di rumah nggak?” tanyaku pada anak perempuan yang lebih dewasa 5 tahun dari kami.
“Ada. Sedang membuat mainan di belakang.”
“Membuat mainan apa?” tanya kang Mamat.
“Lihat aja sendiri.”
“Ada siapa Fi?” tanya bi Retno dari dalam rumah.
“Nih, mas Mamat dan mas Puji.”
“Ayo lewat sana,kalau8 mau ketemu paman.”

Kami pergi ke belakang lewat samping rumah. Dengan dik Sofi kami diantar bertemu Paman Seno.

“Apa kabar Paman?” sapaku dan kang Mamat serta bersalaman pada paman Seno.
“Kabar baik. Lama tak jumpa. Bagaimana keadaan keluarg? Baik-baikkan.’
“Alhamdulillah baik-baik. Oh ya Paman, kata dik Sofi paman sedang membuat mainan, mainan apa?” tanyaku penasaran.
Dengan mengotak-atik kayu yang sudah terpotong itu paman menjawab.”’Oh ini ya, paman sedang membuat Angklung.”Membuat Angklung. Kami boleh bantu nggak paman?” tanyaku pada Paman Seno.
“Boleh” jawab Paman Seno.

Kami berdua ikut membantu membuat Angklung. Tidak ingin kalah dengan kami,dik Sofipun ikut berpartisipasi dalam membuat Angklung.

“Kalian mau dengar cerita paman nggak?”
“Cerita apa Paman?”
“Dulu,Paman bercita-cita ingin jadi teroris.”
“Apa Pak? Kenapa Bapak nggak pernah cerita sama Sofi?”
“Kemarin-kemarin Bapak nggak ingat. Begini. Dulu waktu jaman penjajah Belanda menguasai daerah kita Paman lari ke Gunung Kidul bersama penduduk desa. Para penjajah Belanda menguasai dan membunuh penduduk yang mereka jumpai.”
Bagaiman ceritanya paman Seno bisa bercita-cita jadi teroris?” serobot kang Mamat penasaran.
‘Baiklah, kita merujuk pada titik poinnya saja.”

Kami bertiga penasaran dengan paman seno. Wajah ingin tahu terlihat di muka kami bertiga. Hati kami semakin penasaran dengan cerita paman Seno.

“Saat di Gunung Kidul Paman Seno pernah dinasehati Ayah paman.Begini katanya.”Seno, kamu harus menyelamatkan penduduk desa kita ini. Jadilah teroris bagi penjajah.””Jadi teroris Ayah.” Jawabku Begitu. Saat paman penasaran dengan nasehat Ayah paman,tiba-tiba sebuah tembakan mengarah ke tubuh ayah paman.”
“Terus gimana Ayah paman?’ tanya Kang Mamat.
“Ayah paman tergeletak. Ia menyuruh paman lari sejauh mungkin,agar tidak dikejar tentara belanda. Paman menangis sambil berlari. Dengan perasaan yang kurang begitu menentu, campur marah dan rasa takut paman berteriak Sekeras-kerasnya.”
“Setelah itu paman.”
“Paman melaksanakan nasehat ayah paman, yaitu jadi teroris. Tapi cita-cita paman itu tidak lama hilang. Karena sewaktu paman besar penjajah Belanda sudah diusir oleh para pejuang kita. Sudah itu saja ceritanya.”

Mendengar cerita paman,aku merasa tersentuh. Hatiku ikut larut dalam ceritanya. Karena sudah siang kami segera pulang. Kami berjalan dari rumah Paman menuju tempat kami menaruh sepeda.

“Hai Kang,sepedanya dimana?” tanyaku pada kang Mamat saat sampai di tempat menaruh sepeda.
“Iya ya, tadi disinikan?”
“Iya. Aduh gimana nih?”

Aku dan Kang Mamat mencari sepeda onta tua yang kami taruh di semak-semak. Sudah satu jam kami mencarinya,tapi tidak ada hasil. Aku merasa takut. Ayahku pernah bilang, kalau aku harus menggunakan sepeda dengan hati-hati. Aku tidak berani pulang ke rumah. Sampai sore aku masih di daerah itu.

“Dik Puj,ayo kita pulang. Biar nanti aku yang ngomong sama ayahmu.’
“Tapi aku takut.”
“Jangan takut. Semarah-marah Ayahmu masak tega memukul anaknya.”

Dengan perasaan takut aku putuskan untuk pulang ke rumah. Dari pada membuat khawatir ibuku,lebih baik aku pulang meskipun harus dimarahin ayah. Saat tiba di rumahku kami berdua kaget. Tak kami kira ternyata sepedaku sudah ada di rumah.

“Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikum salam. Baru pulang nak?”
“Ya bu.”

Hatiku cukup lega. Perasaanku tenang. Meskipun aku tidak tahu siapa yang membawa sepedaku pulang ke rumah.

Sampai dewasa ini aku tetap mengingat saat itu. Sebelum aku bertemu Kang Mamat,semalam ia menghubungiku lewat catting. Mungkin ia juga masih ingat tentang cerita paman Seno dulu.

Pagi harinya aku bertemu dengan kang Mamat. Sekarang ia sudah jadi orang sukses. Mungkin giliran berikutnya aku yang akan menceritakan cerita paman dulu kepada anak dan keponakanku.

15 komentar:

  1. “Dik, gimana kalau sepedanya kita tinggal di sini.”
    ‘tapi kalau hilang nanti gimana? Aku bisa di marahin sasma bapak.”
    “Nggak,nggak. Kita taruh di tempat yang aman. Ha… disana.’
    “Tapi aku takut. Gimana kalau sepedanya benar-benar hilang.”
    “Jangan khawatir,sepedanya nggak akan hilang kok. Lagian siapa yang mau ngambil sepeda jaman pra sejarah,paling-paling orang waras.”
    pada paragraf ini banyak kata bakunya yang seharusnya bagaimana malah gimana,nggak-nggak bisa di ubah tidak-tidak.
    yang lain sudah bagus,hanya kata nya banyak yang baku.oleh karena itu aku kasih nilai 85

    BalasHapus
  2. cerpen nya sudah bagus....
    tapi seharusnya kata yang tidak baku di ubah jadi kata yang baku aku hanya bisa ngasih nilai 80..semoga bermanfaat...
    makacih....

    BalasHapus
  3. wah ceritanya bagus dan menarik tapi konflik kurang menegangkan.kata-kata banyak yang masih memakai bahasa baku.hanya kata baku yang harus di perbaiki.aku kasih nilai

    BalasHapus
  4. Cerpennya sdh bagus, tapi sebaiknya konfliknya ditambah. Dan untuk latar sebaiknya diperjelas misalnya saat di perjalanan menuju rumah paman lebih baik latar di gambarkan lebih detil, seperti suasana yang tergambar di daerah yang sepi itu seperti apa perlu di jelaskan. Dan juga penggambaran tokohnya perlu di perjelas. Aku kasih nilai 79 aja. Maaf kalau komentarnya menyinggung.

    BalasHapus
  5. cerpennya dah bagus.
    Tapi masih banyak menggunakan kata2 tidak baku,sebaiknya diganti dengan kata2 yang baku kan akan memparindah cerpennya.Makasih
    (79)

    BalasHapus
  6. cerpen nya sudah bagus,Tapi masih banyak menggunakan kata2 tidak baku,sebaiknya diganti dengan kata2 yang baku kan akan memparindah cerpennya dan sebaiknya konfliknya ditambah,untuk latar sebaiknya diperjelas misalnya saat di perjalanan menuju rumah paman lebih baik latar di gambarkan lebih detil, seperti suasana yang tergambar di daerah yang sepi itu seperti apa perlu di jelaskan. Dan juga penggambaran tokohnya perlu di perjelas

    BalasHapus
  7. cerpennya bagus tapi masih banyak kata-kata yang tidak bku dan konfliknya kurang dipertegang serta pada saat ditempat sepi suasananya perlu di sebutkan, serta penggambaran tokoh nya kurang diperjelaskan.

    nilai 77.

    BalasHapus
  8. cerpennya bagus tapi perlu perbaikan kata kata ,alurnya perlu diperbaiki lagi dan juga ada bagian yang sedikit rumpang pada saat sepeda sudah ada di rumah sebaiknya di beri penjelasan kalau perlu ada dialog antara ayah dan tokoh aku dan selebihnya sudah cukup baik(78)

    BalasHapus
  9. cerpenmu bagus aku beri nilai 89

    BalasHapus
  10. cerpennya bagus tapi perlu di kembangkan ,alurnya sudah baik. penggambaran tokohnya kurang diperjelas.aku memberimu nilai 78

    BalasHapus
  11. cerpennya sudah cukub bagus tapi dalam alurnya perlu da penambahan lagi agar ceritanya lebih mengesankan..
    dan dalam bahasanya perlu di perbaiki lagi..
    itu saja dari saya..
    terima kasih..
    wassalam..

    BalasHapus
  12. cerpennya sudah bagus tapi akan lebih menarik jika penggambaran tokohnya diperluas,dan juga penulisan tanda baca harus diperhatikan
    kuberi nilai 80 ya....
    mooga kamu suka...................

    BalasHapus
  13. Cerpennya sudah bagus, yang perlu diperbaiki hanya penulisannya dan pembuatan konfliknya. Yang q bingung masak cita- cita pengin jadi teroris sih……….he…he…he

    Aku beri nilai 79.

    BalasHapus
  14. cerpen ini bagus karena menyajikan "cerita" dengan gaya yang cukup hidup. Apalagi alur yang dipakai adalah alur campuran maju-mundur sehingga kita seakan-akan melihat film yang sedang diputar.

    Cerpen dengan gaya seperti ini punya potensi untuk menyajikan misteri, keterkejutan, dan tambahan informasi.

    pengarang punya kesempatan untuk menambahkan informasi sehingga pembaca akan berada pada ketegangan dan penasaran.

    tetaplah berlatih, semoga makin sukses.

    BalasHapus
  15. cerpen ini bagus karena menyajikan "cerita" dengan gaya yang cukup hidup. Apalagi alur yang dipakai adalah alur campuran maju-mundur sehingga kita seakan-akan melihat film yang sedang diputar.

    Cerpen dengan gaya seperti ini punya potensi untuk menyajikan misteri, keterkejutan, dan tambahan informasi.

    pengarang punya kesempatan untuk menambahkan informasi sehingga pembaca akan berada pada ketegangan dan penasaran.

    tetaplah berlatih, semoga makin sukses.

    BalasHapus